29 November 2014

Pertama

Sabtu, November 29, 2014 0
Pernahkah kalian merasa diperlakukan begitu istimewa? Seakan-akan dunia hanya diperuntukkan untuk menyaksikan kebahagiaanmu seorang. Mungkin itulah yang setidaknya pernah kurasakan dulu. Saat dada bergetar hebat. Kupu-kupu kecil bertebangan mengelillingi isi perut. Otak tak dapat berpikir logis. Saat dimana kebahagiaan itu hadir dan mengambil alih semua kehidupan kelammu.

Saat itu aku sempat memohon kepada semesta untuk menghentikan waktu, memperlambat perputaran jam dan membiarkan rasa bahagia mengelilingiku lebih lama lagi. Mungkin aku terlalu takut rasa ini pergi menjauh dan meninggalkanku dengan kehidupanku dulu. Aku dan kekhawatiran ini selalu menjejali setiap ingatan yang tak lekang akan kerasnya kenyataan di depan mata.

Namun aku berusaha untuk tidak memikirkannya dan membiarkannya seperti air yang mengalir. Angin yang berhembus tidak menggoyahkan rasa yang ada padaku atau mungkin padanya juga. Mungkin benar yang sering dikatakan orang, bahwa cinta pertama akan sangat berkesan. Sampai kapanpun rasa pertama yang mampu hinggap di hati itu akan selalu menjadi kenangan terindah.



16 November 2014

Menghapus Kenangan

Minggu, November 16, 2014 0
Mobil itu terus melaju. Berjalan hening menyusuri setiap kenangan yang melintas. Satu persatu ia datang dan dengan mudahnya hilang begitu saja. Aku seorang gadis seperti layaknya gadis lain, ingin menghirup udara cinta dalam kedamaian. Namun tampaknya alam belum mengizinkan. Kaku, hampa, kosong, dan tak ada bunga yang bermekaran. 

Jalan ini masih sama, masih seperti dahulu ketika aku dan kamu bercerita panjang tentang segala hal. Wajah jenaka yang kau tunjukkan membuatku ingin menghentikan jam dinding yang berputar. Ingin rasanya barang sejenak saja, biarkan semua ini terus ada berada di sisiku. Hati ini benar-benar hampa jika semua hilang begitu saja. Biarkan bayangan semu ini menari di rerumputan. Memetik setiap kembang dan membawanya pulang.

Aku dengan sejuta kenangan tak sanggup jika menahannya sendirian. Ketika langkah menapaki setiap tempat, entah mengapa kamu selalu membayang. Enyahlah, biarkan aku sendiri. Pergi ke tempat yang entah dimana rimbanya, aku tak peduli. Ingin berteriak di antara banyaknya kerumunan asing, mengutuk keadaan yang seringkali disesali. Aku, kamu dan semesta tampaknya memang tak pernah sejalan. 

Mobil itu berhenti, menghentikan lamunan panjangku. Menutup semua kenangan yang sengaja kubiarkan menganga. Tampak sepasang kekasih asik bercerita seakan tak mengindahkan alam sekitarnya. Aku dengan kekosongan terus memperhatikan mereka. Berpikir betapa indahnya hidup, ruang hati itu selalu berbunga dan sinar cahaya yang memantul menimbulkan kebahagiaan. Entah apa yang tengah merasukiku kala itu, aku berharap sinar itu padam layaknya kegelapan yang menggelayutiku.

Kamu dengan sejuta bayangan itu belum sepenuhnya bisa kuhapus dari ingatku. Kamu tak tahu betapa besarnya kekuatan kenangan itu bagiku. Kini setelah semua menghilang begitu saja, aku masih tak bisa memaafkan semesta yang tega mengambil semuanya, termasuk kamu. Menyusuri kota dengan kekosongan dan aku begitu kesakitan. Di tengah keramaian asing, aku merasa benar-benar menjadi abu yang tak berguna. 

Jika suatu saat aku tak lagi berada disini, kuingin kau tahu bahwa aku masih merindukan kita. Kita yang dulu kau janjikan, dan dengan mudahnya kau ingkarkan. Ah, biarlah mobil itu terus melaju kencang meninggalkan bangunan tua dan gedung megah dengan muka tak bersalah menertawakanku. Ya, tampaknya aku dengan kebodohan ini diam-diam masih berharap pada keajaiban kuno. 

Seandainya waktu bisa berputar....... Aku tak ingin pernah mengenalmu........ Agar aku tak pernah merasakan kepedihan yang ku tak tahu dimana ujungnya. Biarlah kamu dan waktu terus tenggelam dan tidak menyisakan apapun........ Sampai pada saatnya ruang kosong itu terisi dan aku berjanji benar-benar akan menghapus semua tentang kenangan itu.

15 November 2014

Keluarga Kedua

Sabtu, November 15, 2014 0
Dalam hal apapun, setiap orang akan selalu membutuhkan orang lain.

Mungkin kalimat itulah yang bisa menggambarkan postingan gue kali ini. Setelah sekian lama tidak menulis di blog akhirnya nurani blogger gue memberontak. Sabtu ini gue beranikan diri untuk login blogger yang sudah lumayan lama terbengkalai. Kalau dilihat dari arsip postingan, kalian bisa lihat semakin lama intensitas ngeblog gue semakin menurun. 

Sungguh, gue ngerasa sangat bersalah dan menyesal. Menulis dari dulu merupakan suatu kerutinan bagi gue. Sesibuk apapun itu, sebanyak apapun tugas dan ujian gue akan selalu menyempatkan diri untuk bercerita menumpahkan segala rasa yang ada. Tapi kini, sejak amanah itu mengambil alih kehidupan, gue tak lagi menulis sesering dulu. I'm so regret, you know.

Tapi dibalik itu semua, gue selalu bertekad tak akan berhenti menulis hingga maut menjemput. Terdengar lebay? Menurut gue enggak. Seperti postingan gue yang lampau, bagi gue menulis adalah suatu cara  untuk meluapkan segala beban yang telah memuncak. Sekarang biarlah untaian kata ini menjadi kalimat dan mengalir menghasilkan sebuah tulisan yang dengan tidak sadar akan membuat gue bahagia. Ya, menulis adalah kebahagiaan.

Oke masuk ke topik awal menuju kalimat awal yang gue tulis. Dalam hal apapun setiap orang akan selalu membutuhkan orang lain. Dalam hidup ini tak ada satu orangpun yang bisa bertahan sendiri tanpa bantuan orang lain, termasuk dalam berorganisasi. Organisasi merupakan tempat dimana semua orang saling bahu-membahu untuk bekerja menjalankan tugas yang diamanahkan kepadanya.

Dulu, gue emang gak terlalu mengerti dengan betapa pentingnya berorganisasi. Tapi setelah gue masuk ke dalamnya gue menjadi paham. Semua hal yang dulu gak pernah gue rasakan, sekarang terjadi. Gue menjadi tau banyak hal yang seharusnya kita lakukan tidak harus kita lakukan. Atau hal yang harus kita bicarakan harus dibicarakan. Semua ada batasannya. Semua orang mempunyai karakter yang berbeda. Semua omongan harus dipikirkan terlebih dahulu.

Walaupun begitu, jika semua memang sudah menumpuk dan tak tertahankan ada kalanya kita perlu mencurahkannya. Disinilah letak arti pentingn orang lain yang kita sebut keluarga kedua. Sepahit apapun itu, sekusut apapun itu, dalam sebuah keluarga beban itu memang harus disampaikan. Agar semua mengerti, semua tahu apa yang kita rasa dan apa yang mereka rasa. Kadang kejujuran memang pahit namun begitu melegakan jika semua dapat tertumpahkan.

Dalam organisasi, gue menjadi tahu betapa pentingnya berkompromi, berkoordinasi dan tidak memutuskan segala hal sendiri. Setiap orang pasti membutuhkan orang lain. Ia tak akan bisa bergerak maksimal jika tidak memiliki tim dan tentunya keluarga yang mendukung. Dalam beberapa bulan ke depan banyak hal yang akan gue hadapi, rintangan dan situasi sulit akan gue hadang. Karena gue tau gue mempunyai keluarga yang akan selalu membantu, menyupport dan bekerjasama untuk menyelesaikannya.

Gue yakin, mereka akan selalu ada untuk gue, rumah ini dan keluarga. Gue mencintai semua, gue mencintai keluarga ini tanpa bisa mengutarakannya.So deep.